Senin, 17 November 2014

Studi Kasus Kenakalan Remaja


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Kenakalan remaja saat ini merupakan salah satu fenomena social yang konkrit dalam masyarakat sekarang. Perilaku –perilaku menyimpang remaja yang merupakan peralihan dari masa anak anak menuju remaja yang nantinya menuju proses dewasa. Perilaku-perilaku menyimpang remaja pada saat ini telah mengarah banyak ke hal-hal yang mengarah ke tindakan kriminalitas. Faktor lingkungan yang kurang baik serta pola pdidik dari keluarga yang kurang baik sering kali memicu tindakan-tindakan yang memicu timbulnya criminal. Faktor kemiskinan dan tuntutan gaya hidup remaja sekarang juga ikut andil dalam factor pemicu tindakan kriminal di kalangan remaja saat ini. kemiskinan merupakan masalah sosial baik  di tingkat nasional maupun  regional  yang  perlu mendapatkan penanganan yang serius dari semua elemen masyarakat. Ada pandangan di kalangan ilmuwan sosial bahwa kemiskinan sebenarnya tidak lahir dengan sendirinya dan  juga bukan muncul tanpa sebab, tetapi kondisi ini banyak  dipengaruhi oleh struktur  sosial, ekonomi dan politik. Jon Sobrino (1993)  menelaah keberadaan  orang miskin  sebagai rakyat yang tertindas dalam dua perspektif. 
            Yang paling disorot adalah keluarga sebagai institusi pertama seorang anak mulai belajar bersosialisasi karena anak mendapatkan apa yang pertama mereka kenal seperi aplikasi dari penanaman nilai-nilai dan norma –norma yang bersifat sederhana. Alvin S Johnson (2006) menjelaskan fungsi keluarga sebagai lading terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama yang kompleks,terikat dan konsisten. Orrang tua memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai keagamaan dapat diaplikasikan ,ditanamakn dengan pendekatan personal kepada anak.




            Dalam kajian yag akan diangkat dalam makalah ini adalah analisis tentang kenakalan remaja di kalangan pelajar SMA yaitu kasus pembunuhan pelajar SMA PANGUDILUHUR. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak ketika nilai-nilai dan norma hukum telah luntur jelas dikalangan remaja sekarang ini. Dalam hal ini terjadi karena adanya diintegrasi antat pihak satu dengan pihak yang lain sehingga terjadi ketidaksepahaman tujuan. Kondisi psikis remaja yang liar dan kurang labil merupakan salah factor pemicu terjadinya kekerasan pada remaja. Masalah hubungan antara bentuk masyarakat dan jenis-jenis hokum “Lambang kesetiakawanan social yang tampak dianggap sebagai kesetiakawanan yang sungguh,yakni sebagai suatu bentuk kemasyarakatn) itu hokum  (Durkheim :Division du Travail Sosial 1893).
            Dalam kasus ini,fenomena kenakalan remaja merupakan permasalahan yang kompleks dan perlu adanya solusi yang tepat dari masyarakat.Dalam kasus ini adalah jenis kejahatan criminal pembunuhan, Sudarsono (2004). Kejahatan pembunuhan dusebut pula dalam istilah bahasa Belanda  “Doodslag”. KHUP buu II Bab XIX pasal 338 merumuskan bahwa pembunuhan : “Barang siapa yang sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana paling lama penjara 15 Tahun”.

  1. RUMUSAN MASALAH
A.    Kenakalan remaja dan tingginya tingkat kriminalitas
B.     Perilaku Individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari faktor Individual
C.     Disorganisasi sebagai sumber masalah
D.    Solusi dan tahapan-tahapan




  1. LANDASAN TEORI
1.      Teori Stratifikasi Fungsional dan Kritiknya
Teori stratifikasi fungsional yang  diungkapkan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore (1945) menjelaskan bahwa stratifikasi sosial juga merupakan fenomena universal yang sangat penting. Tidak ada masyarakat yang tidak berstratifikasi dan berkelas sosial.Stratifikasi adalah suatu keharusan fungsional. Faktor strata dan  kelas sosial juga menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik sosial dalam remaja. Faktor gengsi yang membuat remaja sekarang lebih mudah terpancing sehingga sering muncul konflik sosial diantara kelompok remaja-remaja seperti tawuran,perkelahian antar remaja sma.
2.      Teori Konflik Sosial
Teori- teori ini berpendapat bahwa manusia juga dibatasi oleh kemudahan yang dia miliki posisinya dalam struktur  ketidaksetaraan dalam masyarakat mereka. Ini menekankan penagruh perilaku dalam distribusi kemudahan yang tidak merata yang dalam masyarakat biasanya dikaitkan dengan teori struktural-konflik. Ada beragam struktur ketidaksetaraaan dimasyarakat. Ralf Dahrendorf dalam sub bab otoritas yang melekat pada posisi adalah unsure kunci dalam analisis Dahrendorf. Otoritas tersirat menyatukan superordinasi dan subordinasi artinya mereka berkuasa karena harapan orang-orang yang berada disekitar mereka,bukan karena cirri-ciri psikologis dari mereka





.
3.      Teori Thomas Hobbes
Rule (1988) menganalisis akar kekerasan melalaui pemikiran Thomas Hobbes. Hobbes berpendapat melalui pemikiranya ; hom homini lupus atau Man to Man is Arrant Wolf (Manusia adalah serigala bagi serigala lain). Hanya saja manusia menurut Hobbes masih memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengkalkulasi kekerasan. . Artinya,manusia menggunakan kekerasan untuk menghadaoi kompetensi self fish dan pertandingan zero sum.Ada kepentingan pribadi yang harus dimenangkan melalui kekuatan atas kepentingan orang lain.Kesadaran inilah yang menyebabkan kekerasan dipilih sebagai jalan stu satunya alat untuk memenangkan suatu kepentingan. Dalam kaitanya remaja,ambisi dalam memenangkan suatu keopentingan pribadi serta keegoisan dan arogansi itu lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih dewasa.Kemampuan serta rasa keberanian yang memuncak serta tingkah laku yang tak terkontrol menyebabkan konflik atau crush dalam remaja sangat rentan terjadi.
4.      Teori Peranan sosial
Peranan sosial adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Seseorang dapat dikatakan berperanan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya dimasyarakat. Ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku di dalam masyarakat. Peranan sosial seseorang lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya. Dalam pembahasan tentang aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat, Soerjono mengutip pendapat Marion J. Levy Jr., bahwa ada beberapa pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.Peranan tersebut seyogyannya diletakan pada anggota masyarakat yang dianggap mampu untuk melaksanakannya. Menurut Gandarsih dalam ungkapan menyikapi wanita dalam kemajuan jaman. Seperti halnya Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang bersifat progresif. Sebagaiman Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
5.      Teori Tindakan
Tindakan adalah segala aspek yang memiliki makna dibalik perlakuan atau kegiatan meskipun pelaku tidak berbuat atau melakukan sesuatu yang bermakna kepada orang lain  cakupan secara luas. Weber menyatakan ada dua macam teori tindakan mulai dengan memperkenalkan “makna” sebagai konsep teori tindakan dasar dan menggunakannya untuk membedakan tindakan dari perilaku yang dapat diamati. “ Perilaku manusia apakah internal atau eksternal, aktivitas, tidak berbuat atau pasif mengikuti sesuatu yang terjadi akan disebut “tindakan” jika dan selama actor melekat makna subjektif kepada perilaku tersebut. Pada titik peralihan pertama ini pendapat Weber tidak sama dengan teori tindakan komunikatif. Yang dipandang fundamental bukanlah relasi antar pribadi antara paling tidak dua subjek yang berbicara dan bertindak relasi yang merujuk kembali kapada tercapainnya pemahaman didalam bahasa-melainkan aktivitas bertujuan dari subjek yang bertindak sendiri-sendiri. Tercapainnya pemahaman dipandang sebagai fenomena derivative yang harus dijelaskan dengan bantuan konsep maksud yang diandaikan bersifat primitiv. Dengan demikian Weber beranjak dari model tindakan teleologis dan menspesifikan “makna subjektif” sebagai suatu untuk bertindak (prakomunukatif). Dan kemudian beranjak dari pengspesifikasikan teori tindakan ada syarat yang harus dipenuhi: (a) suatu orientasi kearah perilaku subjek lain yang bertindak, dan (b) suatu relasi refleksif orientasi tindakan resiprokal dari beberapa subjek yang bertindak.     



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Kenakalan remaja dan tingginya tingkat kriminalitas
Kenakalan remaja merupakan salah satu permasalahn yang sangat komplek terjadi saat ini. Karena dalam permasalahn ini menyangkut  institusi lembaga yang berperan penting dalam pola pendidikan seorang anak.yaitu lembaga keluarga dan lembaga pendidikan serta pengaruh pola sosialisasi yang disorganisasi.Keluarga adalah merupakan suatu yang terbentuk karena ikatan perkawinan (Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga,2006). Hilangnya kontrol sosial yang terdapat jiwa remaja seringkali memnjadikan boomerang untuk mereka .Contoh kasus Raafi adalah siswa SMA kelas III Pangudi Luhur. Pemuda 17 tahun tersebut tewas setelah ditusuk orang tak dikenal saat berada di klub Shy Rooftop, Kemang.Pavilion, Kemang, Jakarta Selatan. Sebelum sempat dirawat di rumah sakit,nyawanya sudah melayang tak tertolong. Kejadian penusukan tersebut terjadi pada Sabtu, 5 November 2011 dini hari.Ini merupakan contoh lunturnya nilai nilai dan norma norma sosial yang tak dipegang erta dan kurangnya penanaman nilai nilai dan norma hokum yang disampaikan oleh keluarga sejak dini. Dalam hal ini peran sentarl keluarga yang merupakan penerapan pola pendidikan primer (pertama kali) saat ini dinilai kurang memperhatikan aspek nilai nilai agama.
  1. Perilaku Individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari faktor Individual
Sebagai mana untuk dapat mengidentikasi masalah sosial.maka perlu adanya kepekaan untuk melihat gejala-gejala sosial yang ada dalam masyarakat.Seperi halmya kita melihat Gejala-gejala sosial yang terjadi pada remaja-remaja kita saat ini.Fenomena tawuran,perkelahian samapi pembunuhan merupakan gejala sosial yang harus kita pekakan  dan kita analisi bagaimana persoalan yang terjadi dalam kasus remaja yang lebih komplek



dan sangat sensitive.Oleh karena itu setiap anggota masyarakat dan keluarga harus memiliki sikap kepekaan terhadap masalah-masalah tau gejala sosial yang terjadi disekitar kita sehingga mapu dicari solusi yang tepat guna menghindari  hal tersebut.Dan hal ini harus dimulai dari institusi  yang pertama kali diterapkan yaitu keluarga.
  1. Disorganisasi sebagai sumber masalah
Sebagaimana diketahui,konsep disorganisasi sosial itu muncul berkaitan denga proses dinamika kehidupan masyarakat. Setiap unsure masyarakat akan terlibat dalam perubahan tersebut.Proses tersebut membuat pola lama dalam kehidupan bermasyarakat sudah ditinggalkan dan tidak terpakai lagi sedangkan pola yang baru tak menentu.Adanya kecenderungan bahwa remaja lebih mudah mengalami disorganisasi dalam kelompoknya. Sehingga terdapat perbedaan visi dan tujuan tertentu dari masing masing anggota kelompok dari remaja tersebut.
A.    Solusi dan tahapan-tahapan Solusi dengan 4 tahapan
1.      Identifikasi masalah
-          Kenakalan remaja dan kaitanya dengan kriminalitas
-          Kasus pembunuhan pelajar SMA Pangudiluhur
2.      Diagnosis (pendekatan, personable approach ,system blame approach)
-          Teori Konflik Sosial
-          Teori Stratifikasi Fungsional
-          Teori Peranan Sosial
-          Teori Hobbes
-          Teori Tindakan
3.      Treatme ( pemecahan  masalah) cara  yang dilakukan rehabilitation, preventip(antisipasi), development(usaha mengembangkan individu)


A.    Potensi preventif terhadap remaja
1.      Penyuluhan kesadaran hokum terhadap anak remaja
-          Pengetahuan hokum
-          Pemahaman kaidah-kaidah hokum
-          Sikap terhadap norma-norma hokum
-          Perilaku hokum
B.     Motivasi anak untuk mematuhi hokum
Jika dipikirkan lebih lanjut,tampaknya ada beberapa faktor pendorong yang dipatuhi remaja untuk sdar hokum dalam masyarakat yaitu:
a.       Dorongan bersifat psikologis
b.      Dorongan untuk memelihara nilai-nilai yang luhur dalam masyarakat
c.       Dorongan untuk menghindari sanksi hukum.










BAB II
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Setelah dipahami dan di paparkan secara lebih dalam dapat disimpulkan bahwa ada suatu fenomena dan fakta tentang kenakalan remaja saat ini yang mengarah  pada kriminalitas sosial.Seharusnya keluarga yang merupakan lenbaga keluarga yang pertama kali seorang mendapatkan sosialisasi pertama perlu ditanamkanya nilai-nilai dan aspek=aspek agama yang sangat aplikatif sehingga nilai nilai itu akan terbawa saat si anak akan menginjak pada kedewasaan


B.     SARAN
Bagi para pembaca diharapkan agar lebih peduli terhadap fenomena yang ada pada masyarakat tentang kenakalan remaja yang saat ini banyak cenderung mengarah ke tindakan criminal.peran keluarga,masyarakt sekitar juga dirasa sangat perlu dalam mengatasi fenomena fenomena kenakalan remaja sengan cara melakukan sosialisasi,penyuluhan dan lain lain







DAFTAR PUSTAKA
Ritzer George Douglass J Goodman.Modern Sociology Theory.Kencana.Jakarta.2003
Johnson S, Alvin.Sosiologi Hukum.Rineka Cipta.Jakarta.2006
Bahri Djamarah,Saeful.Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluatga (Dalam perspektif pendidikan islam).Rineka Cipta.Jakarta
Sudarsono.Kenakalan Remaja.Rineka Cipta.Jakarta2004
Narwoko,J Dwi & Bagong Suryanto.Kenakalan Remaja
Soetomo.Masalah Sosial dan Upaya Pemecahnya.Pustaka Pelajar.Yogyakarta 2004
Susan,Novri.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer.Kencana.Jakarta .2009
Craib, Ian. Mulkam. Abdul Munir, dkk, 2002 Membongkar Praktik Kekerasan, Menggagas UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 Modern Social Theory, ed. Ke-2, Harvester-Wheatsheaf, 1992